Premium WordPress Themes

31 Januari 2011

Menarik ke-benar-an informasi di media

Satu lagi fenomena yang luput dari sorotan media karena bisa jadi ternyata media pelakunya, Beberapa media di indonesia tak lagi menampilkan fakta dengan benar, sekenanya bahkan terkadang ngawur. Dan memang bukan hal baru, ini memang senjata, strategi atau apalah. Saya tidak memperdebatkan yang itu. Tapi mari melihat bagaimana informasi harus di sampaikan dengan benar. Bangsa ini sudah banyak diluputi dosa, dan media tak harus mengambil andil bukan. Mari membangun media yang netral dan menerapkan kaidah - kaidah penyampaian yang telah menjadi hak informasi sejak dulu yang terbuang. Karena apa salah satu bahayanya adalah bukankah sama saja namimah jika informasi menyebar luas tapi ternyata kontenya tidak benar.


Dan janganlah kamu taat kepada orang-orang yang suka bersumpah dan menghina. Yang suka mencela dan kian kemari untuk berbuat namimah (menyebarkan fitnah).” (QS. Al-Qalam 10-11)


Terlebih lagi, banyak berita miring tentang kaum muslim. Perjuangan kaum muslim, fakir miskin muslim, pemimpin muslim, ulama, pejabat muslim, negara islam. Tak jarang pembuat beritanya kaum muslim sendiri. Ini sungguh menyakitkan kaum muslim.Namimah berarti menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat, dan Islam telah mengharamkan perbuatan menyakiti, apa pun bentuknya, termasuk di antaranya namimah. Di dalam Sunnah Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam yang dikeluarkan oleh Syaikhoni dan yang lainnya dari Hudzaifah, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَايَدْخُلُ الْجَنَّهَ نَمَامٌ

Tidak akan masuk surga orang yang melakukan namimah.”
Di dalam riwayat lain dikatakan:

لَايَدْخُلُ الْجَنَّهَ قَتَّاتٌ

Tidak akan masuk surga Al Qottat.”
Al Qottat artinya an-naumam, ialah orang yang berbuat namimah.


Begitu bahayanya namimah, permusuhan adalah ujungnya. Dan era ini membuktikan namimah sudah menjadi barang biasa, dosa yang kemudian di bungkus dengan kenikmatan membicarakannya.

-sekelebat-


Para wartawan tentu di didik berpikir ilmiah alias berdasarkan fakta. Lalu apa sebab yang sebenarnya?
Karena saya orang teknologi ada satu hal yang menurut saya pemicu simpang siurnya berita - berita yang ada. Yaitu proses dan akses informasi yang begitu cepat. Media transmisi yang mampu mengirim data dalam hitungan mili sekon sudah ada dan laris. Artinya setiap detik puluhan berita baru dengan topik yang sama akan muncul. Dan media telah bercokol di sana. Mereka tahu benar pengakses informasi dewasa ini butuh cepat. Karena didorong waktu, editor berita pun tak punya cukup waktu memastikan benar tidaknya informasi yang disampaikan, asal jadi, asal ada, dan tidak ketinggalan dengan yang lain. Pernah ketika saya mencari informasi mengenai daftar korban kecelakaan KA, dari sekitar 5-6 informasi yang saya dapatkan tidak ada 2 atau lebih informasi yang menyebutkan nama asal dan umur korban yang informasinya sama. Pencarian itu saya lakukan 10 jam pasca kejadian. Itu artinya waktu menuntut informasi tersampikan, perihal benar atau salah "ntar dulu".


Kedua, di indonesia sendiri media tak lagi berpihak karena kepentingan informasi. Bisa jadi dan bisa tidak media telah menjadi alat yang sarat makna untuk mencapapi kekuasaan. Siapa yang bisa mengalahkan dahsyatnya propaganda lewat media. Meskipun tidak langsung tapi pasti berhasil. Rakyat tak sepenuhnya sadar, mereka hanya butuh informasi, siapa yang menarik itulah yang di tonton. Pola pikir masyarakat yang sederhana ini tentu menjadi jembatan terwujudnya media politik yang baik.

-lalu bagaimana menyikapinya ?-
Kita manusia pintar, penuh akal dan hati nurani. Tak seharusnya mudah terujuk rayu maraknya berita - berita di media. Jika kita kaitkan dengan bahaya namimah maka 6 sikap yang wajib kita lakukan bila berhadapan dengan orang yang melakukan namimah.
  1. Tidak membenarkan apa yang disampaikannya, karena persaksiannya tertolak. Al-Qur’an menyebut orang semacam itu dengan sebutan fasik
  2. Melarangnya dari namimah, karena melarang kemunkaran itu wajib.
  3. Membencinya karena Allah, karena ia telah maksiat; dan membenci orang yang maksiat itu wajib.
  4. Tidak berburuk sangka terhadap saudara kita yang diceritakannya, karena berburuk sangka terhadap sesama muslim itu haram.
  5. Tidak mencari-cari keterangan untuk menemukan kesalahan orang lain, karena Allah melarang perbuatan tersebut.
  6. Apa yang tidak disukai oleh manusia dari namimah jangan sampai kita lakukan, dan jangan pula menyebarkan apa yang disampaikan oleh orang yang berbuat namimah kepada siapa pun

Hai orang-orang yang beriman, bila datang kepadamu orang fasik membawa keterangan, maka selidikilah dahulu, agar kamu tidak menimpakan satu kerugian kepada suatu kaum karena kebodohan kamu, sehingga kamu akan menyesal.” (QS. Al-Hujurat 6).


Nah berikut prinsip - prinsip menerima dan menyapaikan berita , di lansir oleh hdn (Http://www.hdn.or.id/index.php/artikel/?p=212)

 1. Lokalisasi. Lokalisasikan berita, seleksi mana yang layak dikonsumsi untuk umum, dan mana yang tidak layak dikonsumsi untuk umum. Hindari menyebarkan berita yang tidak layak dikonsumsi untuk umum (baik internal maupun eksternal kaum mukminin), seperti berita yang tidak jelas kebenarannya, tidak jelas sumbernya, gosip, dll. [1]

 2. Tabayyun. Terkait dengan prinsip nomor 2, untuk berita yang tidak layak konsumsi untuk umum, segera ditabayyunkan kepada pemimpin. [1]

 3. Sumber rujukan resmi/utama. Jadikan pemimpin sebagai sumber rujukan utama ketimbang sumber-sumber lain yang tidak jelas. [1]

 4. Jangan suka mendengar berita bohong, itu bukan kebiasaan seorang muslim, itu adalah kebiasaan seorang Yahudi. [2]

 5. Stop. Stop berita bohong jika sampai kepada diri kita, jangan disebarkan kepada orang lain. Ingat akan azab Allah. [3]

 6. Husnuudzon. Berprasangka baik terhadap setiap mukmin dan mukminah yang terkait dengan berita bohong yang kita terima, sebagaimana kita berprasangka baik pada diri kita sendiri. [4]

 7. Saksi. Harus ada saksi untuk membuktikan bahwa berita tersebut
 bohong atau tidak. Untuk tuduhan zina, harus ada 4 orang saksi [5]. Untuk hal lain di luar tuduhan zina harus ada 2 orang saksi [10].

 8. Berita bohong bukan untuk obrolan. Jangan jadikan berita bohong sebagai bahan obrolan sehari-hari dengan orang lain. Jika bukan karena Karunia dan Rahmat Allah, azab akan menimpa kita karena obrolan tentang berita bohong tersebut. [6]

 9. Diam. Diam, tahanlah lidah kita untuk mengatakan sesuatu yang tidak kita ketahui tentangnya. Di sisi kita hal itu merupakan hal yang ringan, tapi di sisi Allah itu adalah hal yang besar. [7]

 10. Lawan propaganda berita bohong. Ketika menerima/mendengar sebuah berita bohong, katakanlah: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar." [8]

 11. Lihat siapa yang menyampaikan berita, apakah orang fasik atau bukan. Orang fasik adalah orang yang banyak berbuat maksiat, meninggalkan perintah Allah, keluar dari jalan benar dan agama. Fasik juga didefinisikan sebagai orang yang melakukan dosa besar atau sering melakukan dosa kecil. Dengan demikian, lihatlah track record si penyampai berita, apakah banyak berbuat maksiat, banyak meninggalkan perintah Allah, atau banyak melakukan dosa, atau tidak. Atau lihat ibadah si penyampai berita, apakah ibadahnya - khususnya ibadah wajib seperti shalat fardhu, zakat, puasa, dll - dia jalankan atau tidak, karena tidak menjalankan ibadah wajib berarti berdosa. [9]

 12. Periksa dengan teliti. Jika yang menyampaikan adalah orang fasik, maka periksa dengan teliti berita tersebut. Lihat prinsip nomor 1, 2, 3, dan 7. [9]


Dari sini kita bisa memetik pelajaran –wallahu a’lam- bahwa di tengah berkecamuknya fitnah di antara kaum muslimin -dalam bentuk apa saja- maka yang wajib bagi mereka lakukan pertama kali adalah kembali kepada Allah dan merenungkan -berdasarkan dalil-dalil syari’at- mengenai tindakan apakah yang paling Allah cintai bagi mereka ketika fitnah itu telah melanda. Bukan dengan kembali kepada hawa nafsu dan perasaan mereka. Ingatlah, bahwa segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itulah hawa nafsu, meskipun ia dibungkus dengan ayat-ayat dan hadits-hadits!
Di tengah tersebarnya berita-berita tidak jelas -apalagi terkait dengan pribadi para ulama ataupun pemerintah-, maka wajib bagi para pemuda untuk menahan lisan dan jari-jari mereka agar tidak berbicara ataupun menyebarkan tulisan mengatasnamakan agama yang mulia ini kecuali dengan dalil dan berlandaskan berita yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ta’ala. Ingatlah, nasehat Muhammad bin Sirin rahimahullah yang dinukil oleh Imam Muslim rahimahullah dalam mukadimah shahihnya, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”


referensi
http://dedykusnaedi.wordpress.com/2010/02/16/awas-bencana-namimah/
http://rumusbb.multiply.com/journal/item/15/_Prinsip_Dasar_dalam_Menerima_dan_Menyebarkan_Berita_dalam_Islam

0 komentar:

Posting Komentar